LBH PENKUM RI– Beberapa hari ini sering viral di media sosial tentang aksi Debt Collector yang menarik kendaraan nasabah yang menunggak angsuran. Bahkan tak jarang menggunakan ancaman kekerasan.
Terkait hal ini, Kapolresta Bengkulu, Kombes Pol. Sudarno, S.Sos, M.Si memberikan pesan tegas kepada Debt Collector agar tidak melakukan hal tersebut.
“Kalau debt collector mau narik kendaraan itu tidak boleh, sebab untuk melakukan penyitaan itu harus dilakukan pihak pengadilan yang sudah mengantongi surat izin dari majelis hakim. Jika masih melakukan maka pidana ancamannya,” ungkap Sudarno.
Ditambahkan mantan Kabid Humas Polda Bengkulu ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 mengenai Jaminan Fidusia menjelaskan bahwa fidusia merupakan pengalihan hak milik suatu benda dikarenakan kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda tersebut dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah jaminan atas benda bergerak yang berwujud atau tidak berwujud dan benda tidak bergerak seperti bangunan yang tidak bisa dibebani hak tanggungan.
Sehingga harus ada dua pihak yang terlibat dalam perjanjian fidusia yaitu debitur sebagai pemberi fidusia dan kreditur sebagai penerima fidusia.
Ketika debitur melakukan cidera janji, maka benda yang dijadikan jaminan fidusia tersebut bisa dieksekusi oleh penerima fidusia atau kreditur. Namun pihak kreditur juga perlu melakukan beberapa prosedur penarikan kendaraan terlebih dulu.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu penafsiran fidusia memiliki perbedaan dalam proses penarikan jaminan fidusia ketika terjadi kredit macet.
Sebagian orang memiliki penafsiran bahwa ketika kredit macet penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor harus melalui Pengadilan, sebagian menganggap bahwa berdasarkan undang-undang pemilik benda memiliki wewenang untuk melakukan penarikan sendiri oleh debt collector.
Kemudian pada Tahun 2019 untuk menyamakan terkait penafsiran penarikan jaminan fidusia, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan perkara No. 18/PUU-XVII/2019 untuk memperkuat aturan hukum penarikan kendaraan bermotor.
Aturan hukum penarikan kendaraan bermotor terkait jaminan fidusia tertuang dalam beberapa peraturan sebagai berikut;
- Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2021 Tentang Pendaftaran jaminan Fidusia, Setiap perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor wajib melakukan pendaftaran ke kantor pendaftaran jaminan fidusia terhitung 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak dilakukannya perjanjian pembiayaan konsumen.
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda yang menjadi jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, apabila sertifikat jaminan fidusia belum diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia dan diserahkan kepada perusahaan pembiayaan.
- Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019, Dalam putusan MK tersebut diinterpretasikan bahwa wanprestasi tidak boleh ditetapkan atau diputuskan secara sepihak oleh pihak kreditur saja. Dalam putusan MK juga dijelaskan bahwa jaminan fidusia tidak boleh dilakukan eksekusi langsung, meski sudah memiliki sertifikat jaminan. Pemberi dan penerima fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai cidera perjanjian tersebut. Jika sudah ada kesepakatan dari para pihak, maka penerima dapat mengeksekusi secara langsung, akan tetapi jika tidak terdapat kesepakatan maka pelaksanaan eksekusi harus melalui Putusan Pengadilan.
Perlu diketahui bahwa aturan hukum penarikan kendaraan bermotor oleh perusahaan leasing terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 130.PMK.010.2012. Selain itu pada Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 mengenai Jaminan Fidusia dijelaskan mengenai prosedur penarikan kendaraan oleh leasing.
Perusahaan leasing diperbolehkan untuk melakukan eksekusi pada kendaraan yang dijadikan jaminan dengan beberapa prosedur berikut;
Kreditur yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor dengan adanya jaminan fidusia wajib untuk mendaftarkan jaminan tersebut pada kantor pendaftaran fidusia. Hal ini juga sudah diatur dalam Undang-undang mengenai jaminan fidusia.
Prosedur penarikan kendaraan harus melalui beberapa tahapan seperti memberikan peringatan atau pengumuman jatuh tempo hutang. Pihak leasing harus memberikan pemberitahuan sekitar tiga atau satu hari sebelum jatuh tempo pelunasan hutang. Sehingga pihak debitur sebisa mungkin juga tidak melakukan wanprestasi.
Tahapan selanjutnya yang juga menjadi syarat penarikan paksa kendaraan adalah melakukan penagihan hingga memberikan surat peringatan. Jika debitur sudah melewati masa jatuh tempo pembayaran hutang kurang lebih 1 hingga 7 hari, maka perusahaan leasing akan menghubungi debitur.
Sedangkan jika waktu pembayaran sudah lebih dari 8 hari hingga 30 hari, maka prosedur penarikan kendaraan leasing yang selanjutnya adalah dengan mengirimkan surat peringatan pada debitur.
Dalam proses penarikan kendaraan, bisa dilakukan ketika debitur sudah melewati dua kali waktu angsuran. Namun sebelum itu akan ada aturan kembali apakah debitur akan mencicil dengan waktu atau jadwal yang berbeda atau memutuskan kontrak. Pemutusan kontrak itulah yang bisa membuat leasing menarik kendaraan atau jaminan fidusia.
Dalam upaya penarikan tersebut, perusahaan leasing harus menggunakan tenaga penagih yang sudah bersertifikasi profesi dari lembaga yang ditunjuk Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI). Jadi bukan sembarangan orang yang bisa melakukan penarikan kendaraan tersebut.