Meski Gagal Bayar, DC Dilarang Tarik Paksa Kendaraan di Tengah Jalan

LBH PENKUMRI- KASUS penarikan kendaraan bermotor oleh debt collector di jalanan, menjadi kekhawatiran masyarakat. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), kembali mengingatkan hal tersebut tidak boleh dilakukan.

Dilansir dari bpkn.go.id, Anggota Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN Slamet Riyadi mengatakan permasalahan penarikan paksa kendaraan bermotor di masyarakat muncul ketika masyarakat dalam hal ini konsumen, tidak membayarkan angsuran dalam beberapa waktu tertentu atau tidak melunasinya.

Dalam mengatasi hal tersebut, pihak perusahaan pembiayaan biasanya menggunakan jasa pihak ketiga yaitu debt collector/tukang tagih.

Tidak jarang para penagih tersebut mengambil paksa kendaraan dari tangan konsumen, yang tidak melunasi kewajibannya membayar utang/cicilan angsuran dalam beberapa waktu tersebut

“Kami informasikan, tidak boleh ada lagi penarikan kendaraan bermotor di jalan,” kata Slamet, dikutip dari laman bpkn.go.id, Sabtu, 23 Maret 2024.

Menurutnya, ketika mengalami gagal bayar kendaraan, konsumen mempunyai hak untuk tidak ditarik kendaraan mereka di jalanan.

Hal tersebut sesuai dengan Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021. Kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri (PN). Setelah itu, pengadilan yang memutuskan terkait penarikan kendaraan bermotor akibat kredit macet

Apabila masyarakat memiliki permasalahan terkait penarikan paksa kendaraan bermotor, dapat melakukan pengaduan ke BPKN-RI melalui PlayStore/AppStore BPKN 153 dan OJK melalui layanan kontak OJK 157,” jelas Slamet Riyadi.

Pelayanan perlindungan konsumen ini, diharapkan bisa semakin meningkatkan kualitas perlindungan konsumen melalui pemberian informasi. Dan layanan pengaduan mengenai produk dan layanan jasa keuangan kepada konsumen dan masyarakat.

Apabila konsumen terlambat membayar cicilan kendaraan, sebaiknya dia datang ke lembaga pembiayaan. Konsumen dapat mengungkapkan permasalah yang dihadapi, sehingga mengakibatkan terlambat membayar dan meminta penundaan pembayaran.

Atau, masyarakat yang mengalami masalah juga bisa melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Baik dengan datang langsung, lewat surat, dan lewat aplikasi portal perlindungan konsumen (APPK).

Jika konsumen tidak setuju dengan skema penyelesaian dari lembaga pembayaran, bisa melalui penegak hukum atau diteruskan dimediasi oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Sumber: Sumatraexpres

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *